Bismillah
I’tikaf disunnahkan di bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ beri’tikaf selama 10 hari pada setiap Ramadhan. Di tahun wafatnya, beliau beri’tikaf selama 20 hari.” (HR. Al-Bukhary).
Yang paling afdhalnya dilakukan di akhir Ramadhan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi ﷺ beri’tikaf sepuluh hari terakhir dari Ramadhan hingga Allah mewafatkannya. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Kapan Bermula dan Berakhirnya I’tikaf?
Siapa yang ingin beri’tikaf sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, maka menurut pendapat mayoritas ulama, termasuk para Imam yang empat, ia mulai memasuki tempat i’tikafnya menjelang terbenamnya matahari hari ke 20. Mereka mengatakan bahwa permulaan hari ke 21 itu dimulai saat terbenamnya matahari di hari ke 20.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang sunnah adalah memasuki tempat i’tikafnya setelah shalat Fajar hari ke 21 sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ﷺ. Ini adalah pendapat para imam; al-Auza’i, al-Laits dan ats-Tsaury.
Dengan dasar perselisihan itulah berbeda pula pendapat mereka tentang berakhirnya i’tikaf tersebut. Menurut pendapat pertama, orang tersebut keluar setelah terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan. Dan menurut pendapat kedua, orang yang beri’tikaf keluar dari tempat i’tikafnya setelah shalat Fajar di hari 'Id.
Yang Membatalkan I’tikaf
I’tikaf menjadi batal dan rusak dengan salah satu dari dua hal berikut ini :
a. Keluar masjid tanpa uzur syar’i dan tanpa keperluan yang sangat mendesak. Karenanya, tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk perkara yang tidak mungkin ditinggalkan seperti keluar untuk mendapatkan makan dan minum jika tidak bisa didapatkan dalam masjid, atau keluar untuk buang hajat, mandi junub atau berwudhu’ jika tidak memungkinkan di masjid.
b. Bersetubuh. Allah Ta’ala berfirman,
و لا تباشروهن و أنتم عاكفون فى المساجد
“Dan janganlah kamu campuri mereka (istri-istri) ketika kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah : 187).
Diantara Adab-Adab I’tikaf
Sangat dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala seperti shalat, membaca al-Quran, berzikir, beristighfar, berdoa, membaca tafsir, mempelajari hadits dan lain sebagainya.
Dan sangat dimakruhkan bagi seorang yang beri’tikaf menyibukkan dirinya dengan pembicaraan atau perbuatan yang tidak bermanfaat, menjadikan majlis i’tikafnya itu sebagai tempat berkunjung, bercanda dan memperbanyak pembicaraan dengan teman-teman duduknya. Hal seperti ini sangat jauh dari petunjuk Nabi ﷺ.