Sunday, December 13, 2015

Fatwa-fatwa seputar zakat


Simak fatwa-fatwa seputar zakat berikut ini.
Disalin dari Buku 257 Tanya Jawab Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 174-179. terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy




Zakat Fitrah


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Tanya: Bolehkah zakat fitrah ditunaikan pada awal-awal Ramadhan berupa uang?


Jawab: Mengeluarkan zakat fitrah pada awal-awal Ramadhan masih diperselisihkan ulama. Tetapi menurut pendapat terkuat tidak boleh, sebab zakat fitrah hanya bisa disebut sebagai zakat fitrah bila dilakukan di akhir Ramadhan mengingat fitri (berbuka puasa) berada di ujung bulan. Rasul-pun memerintahkan agar zakat fitrah ditunaikan sebelum orang pergi shalat Ied. Disamping itu, ternyata para shahabat melakukannya sehari atau dua hari sebelum hari raya. Begitu pula, mengeluarkan zakat fitrah berupa uang masih diperselisihkan ulama.

Tetapi menurutku, zakat fitrah harus berupa makanan berdasarkan pernyataan Ibnu Umar berikut:
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menetapkan zakat fitrah sebesar satu sha’ tamar (kurma) atau satu sha’ sya’ir (gandum)”.



Abu Sa’id al-Khudry berkata:

“Artinya : Kami keluarkan zakat fitrah pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, satu sha’ makanan. Ketika itu makanan kami berupa kurma, gandum, buah zabi dan aqath (semacam mentega)”.

Dari kedua hadits diatas dapat dipetik keterangan bahwa zakat fitrah hanya dapat dipenuhi dengan makanan, sebab makanan akan lebih nampak kelihatannya oleh seluruh anggota keluarga yang ada. Lain halnya jika berupa uang yang bisa disembunyikan oleh sipenerimanya sehingga tak terlihat syi’arnya bahkan akan berkurang nilainya.
Mengikuti cara yang ditetapkan agama (syara’) adalah yang terbaik dan penuh berkah. Namun ada saja yang mengatakan bahwa zakat fitrah berupa makanan kurang bermanfa’at bagi si fakir. Tetapi perlu diingat bahwa makanan apapun akan bermanfaat bagi yang benar-benar fakirnya.
Tanya: Bolehkah zakat fitrah dengan uang dan apa alasan hukumnya?
Jawab: Zakat fitrah hanya boleh berupa makanan saja, tidak boleh dengan harganya (uang). Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan zakat fitrah satu sha’ berupa makanan, buah kurma atau gandum sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Ibnu Umar dan hadits Sa’id al-Khudry dalam bahasan sebelumnya.
Karena itu, seseorang tak boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang dirham, pakaian atau hamparan (tikar). Zakat fitrah mesti ditunaikan sesuai dengan apa yang diterangkan Allah melalui sabda rasul-Nya. Tak bisa dijadikan dasar hukum adanya sikap sebagian orang yang menganggap baik zakat fitrah dengan uang, sebab syara’ tidak akan pernah tunduk kepada otak manusia. Syara’ itu berasal dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika zakat fitrah telah ditetapkan melalui sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa satu sha’ makanan, maka kertentuan tersebut mesti kita patuhi. Jika ada seseorang yang menganggap baik sesuatu yang menyalahi syara’, hendaknya ia menganggap bahwa putusan otaknya itulah yang jelek.
Tanya: Bagaimana hukumnya orang dipaksa mengeluarkan zakat fitrah harus dengan uang dan apakah hal ini memenuhi kewajibannya?
Jawab: Yang jelas menurut kami, hendaklah ia mengeluarkannya jangan sampai terlihat menentang pengurus setempat. Namun di samping itu, untuk menjaga keutuhan hubungan dengan Allah, hendaklah mengeluarkan fitrah sesuai dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa satu sha’ makanan, sebab tuntunan pengurus setempat tidak sejalan dengan perintah syara’.
Tanya: Sebagian orang desa tak punya makanan untuk zakat fitrah, maka bolehkan mereka menyembelih binatang lalu dibagikan dagingnya kepada para fakir?
Jawab: Hal seperti itu tidak boleh dilakukan, sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah menetapkan bahwa zakat fitrah harus berupa satu sha’ makanan. Biasanya daging itu ditimbang, sedang makanan di takar. Perhatikan hadits yang diterangkan oleh Ibnu Umar dan Said al-Khudry sebelumnya.
Dengan demikian, pendapat terkuat menyatakan bahwa zakat fitrah tak bisa dipenuhi dengan uang dirham, pakaian atau hamparan. Juga tak bisa dijadikan dasar hukum adanya pendapat yang menyatakan bahwa zakat fitrah bisa dipenuhi dengan uang. Sebab selama kita punya ketetapan pasti dari Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sepeninggalnya, seseorang tak diperkenankan berpendapat lain menurut anggapan baik akalnya dan membatalkan aturan syara’nya. Allah tak akan menanyakan kepada kita tentang pendapat si fulan dan si fulan pada hari kiamat, tetapi kita akan ditanya tentang sabda Rasul-Nya :
“Artinya : Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata : ‘Apakah jawabanmu kepada para rasul ?”. (28 : 65).

Coba bayangkan dirimu di hadapan Allah pada hari kiamat, di mana Allah telah menetapkan melalui sabda Rasul-Nya agar kamu menunaikan zakat fitrah berupa makanan, maka mungkinkah kamu bisa menjawab ketika ditanya : “Apa jawabanmu terhadap Rasulullah tentang zakat fitrah ? Mungkinkah kamu dapat mempertahankan dirimu dan berkata : “Demi Allah inilah madzhab si fulan dan inilah pendapat si fulan? Tentu kamu tak akan berdaya dan tak bermanfaat jawaban seperti itu.
Yang pasti zakat fitrah hanya dapat dipenuhi dengan berupa makanan yang berlaku di suatu negeri.
Jika kamu perhatikan pendapat ulama dalam masalah ini terbagi kedalam tiga kelompok. Pertama berpendapat bahwa zakat fitrah bisa dikeluarkan berupa makanan dan berupa uang dirham. Kedua berpendapat bahwa zakat fitrah tak bisa dikeluarkan berupa uang dan tidak pula berupa makanan kecuali dalam lima macam ; padi, kurma, gandum, zabib dan buah aqah. Kedua pendapat ini saling berlawanan. Ketiga pendapat yang menyatakan bahwa zakat fitrah bisa dikeluarkan dari segala makanan yang bisa dimakan orang, baik berupa beras, kurma, pisang, cengkeh, jagung bahkan daging bila memang sebagai makanan pokok. Dengan demikian, jelas apa yang ditanyakan oleh penanya tentang penduduk suatu kampung yang berzakat fitrah dengan daging, tidaklah memenuhi syarat.
Tanya: Suatu jama’ah telah mengangkat seorang wakil agar membeli gandum untuk dibagikan sebagai zakat fitrah di Afganistan, bagaimana hukumnya ..?
Jawab: Yang mashur dari madzhab Hanabilah dalam masalah ini tidak boleh, sebab zakat fitrah tak boleh dipindahkan dari tempat asal diwajibkannya kecuali jika pada tempat tersebut tidak ada yang berhak menerimanya. Jika tidak ada yang berhak menerimanya, maka zakat tersebut hendaknya dibagikan kepada negeri yang terdekat. Penduduk setempat yang fakir itu lebih berhak menerima zakat. Jika dalam suatu negeri tidak ada orang fakir, maka zakat boleh disalurkan ke negeri lainnya. Begitupula menurut pendapat yang kuat, bolehnya menyalurkan zakat ke negeri lain tergantung kemaslahatan yang ada. Tetapi zakat fitrah tidak sama dengan zakat harta dalam hal waktu. Zakat harta memiliki waktu yang sangat luas sedangkan zakat fitrah sebaliknya hanya satu atau dua hari menjelang shalat Ied.
Tanya: Ketika seseorang berada di negeri Mekkah, bolehkah ia mengeluarkan zakat fitrah di negerinya sendiri?
Jawab: Zakat fitrah itu mengikuti orangnya. Jika datang waktu zakat, dan kamu berada pada suatu negeri, hendaklah tunaikan zakat tersebut di negeri yang kamu berada. Umpanya, kamu berasal dari Medinah lalu ketika kamu berada di Mekkah tibalah waktu Ied, maka kamu wajib mengeluarkan zakat di Mekkah dan begitu pula sebaliknya. Jika kamu penduduk Mesir misalnya, atau Syam atau Irak, lalu hari Ied tiba ketika kamu berada di Mekkah, maka kamu wajib menunaikan zakat di Mekkah dan begitu pula sebaliknya.
Tanya: Bolehkah seorang fakir yang ingin diberi zakat mewakilkan seseorang untuk menerimanya pada saat penyerahan ..?
Jawab: Hal itu boleh. Yakni, orang yang mau berzakat fitrah boleh berkata kepada si fakir : “Kamu bisa mewakilkan kepada seseorang untuk menerima zakat fitrah pada waktunya. Dan ketika tiba saatnya, aku akan serahkan zakat kepada wakilmu tersebut”.