Friday, October 23, 2015

Bagaimana hukum MELAKUKAN CEK KESEHATAN SEBELUM PERNIKAHAN ?

Fatwa ini di jawab oleh Asy-Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafidhahullah

Pertanyaan no. 233 : Apakah diperbolehkan melakukan cek kesehatan sebelum menikah ?

Jawab : Hidup adalah mudah dan penuh kejujuran, dimana hal itu merupakan dasar yang terbangun pada awal generasi (Islam). Tidak terdapat pada mereka usaha untuk menyembunyikan atau tidak menyingkap satu aib. 

Hal ini terbukti mengapa ketika Nabi shallallaahualaihi wasallam meminta (melamar) Ummu Salamah radliyalaahuanhaa, maka Ummu Salamah berkata kepada beliau : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita pencemburu, mempunyai tanggungan anak, tua, lagi tidak bisa bisa punya anak”. Ummu Salamah menjelaskan keadaan dirinya. Mengetahui hal itu, maka Rasulullah shallallaahualaihi wasallam bersabda kepadanya :Adapun aku, maka lebih tua darimu. Tentang kecemburuanmu, maka aku berdoa kepada Allah ’azza wa jalla agar Dia menghilangkanya darimu. Tentang tanggungan anak, maka biarlah Allah dan Rasul-Nya yang menanggungnya”. Syahid dari kisah ini adalah Ummu Salamah radliyallaahuanhaa menjelaskan aib yang ada pada dirinya. Pada waktu itulah dimana orang-orang berlaku jujur dan cek kesehatan tidaklah diperlukan sebelum menikah.

Oleh karena itu, hendaknya seorang laki-laki yang menikahi seorang wanita adalah karena agamanya tanpa mengecek secara detail keadaan dirinya (fisik tubuhnya), didasarkan pada baiknya rasa tawakal dan baiknya prasangka kepada Allah (bahwasannya Dia tidak akan mengecewakan hamba-Nya), sekaligus mencontoh generasi pertama Islam. (Jika ia berbuat demikian), maka hal ini adalah baik. Namun apabila ia berkeinginan untuk mengecek kesehatan, terutama sekali jika terdapat tanda-tanda atau petunjuk bahwasannya wanita tersebut kemungkinan mempunyai penyakit turunan, maka saya (Syaikh Masyhur) tidak melihat adanya satu masalah tentang hal ini (yaitu tidak mengapa untuk melakukan cek kesehatan). 

Namun permasalahan yang saya anggap adalah ketika cek kesehatan ini dijadikan satu keharusan sebagaimana terdapat dalam sebagian peraturan perundangan. Tanpa menghiraukan adanya kegelisahan (yang mungkin ada pada diri Penanya), jika nampak satu cacat/aib maka tidak ada halangan bagi calon suami untuk mengabaikan cacat tersebut sekaligus menerima wanita tersebut untuk menjadi istri. Hal ini tidak menghalangi pernikahan jika si laki-laki mengetahui permasalahan tersebut dan bersedia untuk menanggungnya. Atau si wanita tersebut mengetahui permasalahan tersebut dan bersedia pula untuk menanggungnya.
Apabila cek kesehatan dilaksanakan, maka hendaknya hal itu dilaksanakan oleh entitas lembaga yang dapat dipercaya, yang dapat menjaga rahasia agar tidak diketahui oleh khalayak (selain dari yang bersangkutan). Ketika cek kesehatan ini dilakukan seringkali ditemukan penyakit keturunan yang dikarenakan oleh beberapa faktor. Jadi, jika seseorang ingin mengambil jalan yang aman (bagi dirinya), maka hal ini tidak mengapa. Khususnya ketika syari’at menganjurkan keberadaan seorang anak yang kuat dan sehat, dan mendapatkan seorang anak sebagaimana tujuan pernikahan itu sendiri. Nabi shallallaahualaihi wasallam telah bersabda :Menikahlah dan perbanyaklah keturunan di antara kalian, sesungguhnya aku berbangga atas banyaknya kalian kepada umat yang lain di hari kiamat”......
[Asy-Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafidhahullah]
Diterjemahkan oleh Abul-Jauzaadari :