Sunday, July 12, 2015

HUKUM MEMBAYAR ZAKAT FITRAH DENGAN MATA UANG

Bismillah 


Membayar Zakat Fitrah dengan uang hukumnya dilarang dan tidak sah karena tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Simak pendapat para ulama tentang masalah ini:
- Imam Al-Khiraqi rahimahullah mengatakan:
“Siapa saja yang menunaikan zakat menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.”
[Al-Mughni, Ibnu Qudamah]
- Abu Daud (ulama ahli hadits) mengatakan:
“Imam Ahmad ditanya tentang pembayaran zakat mengunakan dirham.
Beliau menjawab:
“Aku khawatir zakatnya tidak diterima karena menyelisihi Sunnah Rasulullah.”
[Masail Abdullah bin Imam Ahmad; dinukil dalam Al-Mughni, 2:671]
Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku:
“Tidak boleh memberikan zakat fitri dengan nilai mata uang.”
Kemudian ada orang yang berkomentar kepada Imam Ahmad:
“Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz dan Hasan Al-Bashri membolehkan membayar zakat fitri menggunakan mata uang.”
Imam Ahmad marah dengan mengatakan:
“Mereka meninggalkan hadits Nabi dan berpendapat dengan perkataan Fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan, ‘Rasulullah mewajibkan zakat fitri satu sha ’kurma atau satu sha ’gandum.’ Allah juga berfirman, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.’
Ada beberapa orang yang menolak Sunnah dan mengatakan, ‘Fulan ini berkata demikian, Fulan itu berkata demikian.” [Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2:671]
Pernyataan mazhab (pendapat) Imam Ahmad, beliau menegaskan bahwa pembayaran zakat fitri (fitrah) dengan nilai mata uang itu tidak sah.
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (ulama mazhab Hanbali) mengatakan:
“Allah mewajibkan pembayaran zakat fitri dengan bahan makanan sebagaimana Allah mewajibkan pembayaran kafarah dengan bahan makanan.”
[Majmu’ Fatawa]
- Taqiyuddin Al-Husaini (ulama mazhab Syafi’i), penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab fikih Mazhab Syafi’i) mengatakan:
“Syarat sah pembayaran zakat fitri harus berupa biji (bahan makanan pokok); tidak sah menggunakan mata uang, tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.”
[Kifayatul Akhyar, 1:195]
- Imam An-Nawawi (ulama mazhab Syafi'i) mengatakan:
“Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa tidak boleh membayar zakat fitri menggunakan uang kecuali dalam keadaan dharurat sama sekali.”
[Al-Majmu Syarh Muhadzab]
- Imam An-Nawawi mengatakan:
“Tidak sah membayar zakat fitri dengan mata uang menurut mazhab Syafi'iyah. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Imam Malik, Imam Ahmad, dan Ibnul Mundzir.”
[Al-Majmu’ Syarh Muhadzab]
- Imam Asy-Syairazi Asy-Syafi’i mengatakan:
“Tidak boleh menggunakan nilai mata uang untuk zakat karena kebenaran adalah milik Allah. Allah telah mengkaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firman-Nya), maka tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berkurban, ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak, maka tidak boleh menggantinya dengan selain binatang ternak.”
[Al-Majmu’]
- Ibnu Hazm (ulama mazhab Zhahiri) mengatakan:
“Tidak boleh menggunakan uang yang senilai (dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satusha’campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali karena semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah.”
[Al-Muhalla bi Al-Atsar, 3:860]
- Imam Asy-Syaukani (ulama mazhab Hanbali) berpendapat bahwa tidak boleh menggunakan mata uang kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.”
[As-Sailul Jarar, 2:86]
dan masih banyak lagi.
Jika para ulama saja melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang, maka kita mau tidak mau harus ikuti pendapat mereka, karena pendapat mereka sesuai dengan maqasidus syariah was sunnah (ketetapan pokok syari'at dan tuntunan Nabi).
Uang hanya boleh digunakan dalam zakat maal (harta) saja, itu pun dengan syarat harus terpenuhinya nisab dan haul-nya.
Harus di bedakan antara zakat maal dan zakat fitrah, karena sebagian orang membolehkan penggunaan uang untuk zakat fitrah dengan berhujjah pada hadits-hadits tentang zakat maal.
Tentu saja pendalilan mereka seperti ini salah sasaran dan menyalahi aturan syari'at.