Monday, March 9, 2015

Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam (bag. 2)

Kisah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam (bag. 2)
بسم الله الرحمن الرحيم

Kemudian Nabi Sulaiman 'alaihis salam mengancam mereka, bahwa jika mereka tidak mau masuk Islam, maka ia akan datang kepada mereka dengan membawa bala tentara yang mereka tidak sanggup melawannya. Maka para utusan ratu Saba'  kembali, dan setelah sampai, mereka memberitahukan tentang sikap Nabi Sulaiman terhadap hadiah itu dan perkataannya, mereka juga menyampaikan hal yang mereka lihat, berupa kekuatan Nabi Sulaiman dan segala yang ditundukkan Allah untuknya, maka ratu Balqis mengumpulkan para pemuka di kerajaannya untuk meminta masukan dari mereka tentang masalah Nabi Sulaiman 'alaihis salam, maka mereka memandang perlunya mereka tunduk segera kepadanya, dan pandangan ini juga merupakan pandangan ratu Balqis.
Nabi Sulaiman mengetahui bahwa Balqis ratu Saba' dan kaumnya akan datang kepadanya untuk masuk Islam dan beriman. Oleh karena itu, Nabi Sulaiman ingin menunjukkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan Allah  Azza wa Jalla, agar ia (ratu Balqis) mengetahui bahwa ia adalah utusan Allah. Maka Nabi Sulaiman 'alaihis salam meminta para pembantunya untuk membawa singgsananya sebelum ratu Balqis dan kaumnya sampai kepadanya, lalu Ifrit dari kalangan jin menyatakan sanggup membawa singgasana itu sebelum Beliau berdiri dari tempat duduknya, kemudian ada lagi orang yang lain yang memiliki ilmu tentang Kitabullah yang menyatakan sanggup membawa singgasana itu sebelum mata Beliau berkedip. Maka Nabi Sulaiman 'alaihis salam mengizinkan hamba yang saleh ini untuk membawa singgsana itu. Sekejap kemudian, singgasana itu langsung tampil di hadapan Nabi Sulaiman 'alaihis salam.
Orang itu adalah Aashaf juru tulis Nabi sulaiman. Ia adalah seorang mukmin yang shiddiq dan mengenal Al Ismul A’zham (nama Allah yang agung). Ia pun berdiri dan berdo’a kepada Allah sambil mengucapkan “Yaa dzal jalaali wal ikraam.” (sebagaimana diterangkan Al Hafizh Ibnu Katsir)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Para ulama mengatakan, “Sesungguhnya singgasana itu dibawa oleh para malaikat untuk dibawa ke hadapan Sulaiman dari Yaman, sedangkan Sulaiman berada di Syam dalam waktu sekejap mata. Ini menunjukkan kekuatan para malaikat jauh lebih kuat daripada kekuatan jin dan kekuatan jin jauh kuat daripada kekuatan anak cucu Adam…dst.” (Lihat Tafsir Juz ‘Amma karya Ibnu Utsaimin pada tafsir surat An Naazi’at ayat 3)
Maka Nabi Sulaiman 'alaihis salam bersyukur atas nikmat Allah yang besar itu, yaitu dengan dihadapkan kepadanya singgasana Ratu Balqis dari Yaman ke Syam dalam sekejap mata. Ia pun berkata, "Ini Termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang kufur, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Terj. QS. An Naml: 40)
Sebelum kedatangan ratu Balqis, Nabi Sulaiman 'alaihis salam telah memerintahkan jin untuk membangunkan istana besar untuknya sebagai tempat bagi Ratu balqis menghadapnya. Nabi Sulaiman 'alaihis salam juga menyarankan kepada mereka agar lantai istananya dari kaca yang kuat namun tipis, dimana di bawahnya mengalir air dan terdapat ikan-ikan di sana, lalu mereka meletakkan singgasana ratu Balqis di sana setelah dirubah sedikit untuk mengetes ratu Balqis; apakah ia ingat atau tidak terhadap singgsananya.
Hari pun berlalu dan telah tersiar berita sampainya ratu Balqis dan kaumnya ke Syam, maka Nabi Sulaiman menyuruhnya masuk ke istana yang telah ia siapkan untuknya, sedangkan Nabi Sulaiman 'alaihis salam duduk di atas kursi kerajaannya. Ketika ratu Balqis hendak masuk ke istana itu, maka pandangan ratu Balqis tertuju kepada singgasana(nya), lalu Nabi Sulaiman 'alaihis salam bertanya kepadanya, "Apakah seperti ini singgasanamu?" Maka Balqis -dengan keheranan dan keanehan yang dirasakan, dimana singgasananya telah ia tinggalkan di yaman- berkata, "Sepertinya ia (singgasanaku)."
Lalu Balqis menghadap untuk masuk ke istana, namun ia lihat di depannya ada air dan ia tidak melihat adanya kaca, maka ia pun menyingkapkan kedua betisnya agar tidak basah kainnya, lalu Nabi Sulaiman memberitahukan, bahwa lantai istana ini terbuat dari kaca. Ketika ratu Balqis melihat kekuasaan yang besar ini, maka ratu Balqis langsung menyatakan masuk Islam, ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (Terj. QS. An Naml: 44)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala menguji Nabi Sulaiman dengan penyakit keras yang membuat para dokter dari kalangan jin dan manusia kebingungan terhadap penyakit itu, mereka sempat membawakan kepadanya berbagai obat-obatan, namun tidak juga sembuh, bahkan penyakit Nabi Sulaiman 'alaihis salam semakin bertambah parah. Apabila Beliau duduk di atas kursi, maka Beliau duduk seakan-akan sebagai jasad tanpa ruh.
Sakit tersebut terus dirasakan oleh Nabi Sulaiman dalam waktu yang cukup lama, namun Beliau tidak keluh kesah dan berputus asa, bahkan setiap kali bertambah parah sakitnya ia terus berdzikr kepada Allah 'Azza wa Jalla sambil berdoa dan memohon ampunan kepada-Nya dan meminta kesembuhan sehingga Allah mengabulkan permohonannya dan mengembalikan kesehatannya. Ketika itulah, Nabi Sulaiman 'alaihis salam menyadari bahwa kemuliaannya, kerajaannya, dan kebesarannya tidak menjamin dirinya tetap sehat kecuali jika dikehendaki Allah 'Azza wa Jalla.
Nabi Sulaiman 'alaihis salam ingin membuat rumah yang besar untuk dirinya beribadah kepada  Allah Azza wa Jalla, ia menyuruh jin untuk mengerjakan tugas itu, maka mereka pun menyanggupinya karena mereka ditundukkan untuknya atas perintah Allah. Ketika Nabi Sulaiman berdiri shalat di mihrabnya dengan bersandar pada tongkatnya, tiba-tiba Beliau wafat tanpa diketahui oleh jin. Beliau wafat dalam keadaan bersandar dengan tongkatnya selama setahun, sedangkan jin bekerja keras sebagaimana biasanya tanpa menyadari wafatnya Beliau. Para jin terus memperhatikan Beliau dalam keadaan seperti itu, mereka mengira bahwa Beliau sedang shalat dan berdzikr, sehingga ketika mereka (para jin) melewati Beliau, mereka melihat bahwa Beliau sedang bersandar di atas tongkat; mereka mengira bahwa Beliau masih hidup dan hati mereka dipenuhi rasa takut kepadanya, sehingga para jin terus melanjutkan pekerjaan mereka. Mereka tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman telah wafat kecuali setelah datang rayap yang memakan tongkat Nabi Sulaiman, kemudian jasad Beliau pun jatuh ke tanah.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala menampakkan peristiwa ini kepada manusia, karena para jin menipu mereka dengan memberitahukan, bahwa mereka mengetahui yang gaib dan mengetahui hal-hal yang tersembunyi, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala ingin memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya kedustaan dakwaan mereka.
Setelah Nabi Sulaiman 'alaihis salam wafat, maka jin dan manusia segera mendatanginya, dan tahulah jin bahwa ia sudah lama wafat, dan manusia pun mengetahui bahwa pernyataan bahwa jin mengetahui yang gaib adalah dusta, dan bahwa jin sama sekali tidak mengetahui yang gaib.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Maka ketika Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan." (Terj. QS. Saba': 14)
Orang-orang Yahudi menyangka bahwa Nabi Sulaiman 'alaihis salam adalah seorang pesihir, maka Allah membantah tuduhan mereka sebagaimana diterangkan dalam surat Al Baqarah: 102.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji Nabi Sulaiman 'alaihis salam karena banyaknya ia beribadah dan bertdaharru' kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, Dia berfirman,
"Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya Dia sangat taat (kepada Tuhannya)," (Terj. QS. Shaad: 30)
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

Maraji': Al Qur'anul Karim, Mausu'ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, Takhrij Salim Al Hilali), dll.