Thursday, March 5, 2015

Bahaya Syirik

,
Bahaya Syirik


Syaikh Dr. Shalih Bin Fauzan Al Fauzan
Syirik ada dua macam:
Pertama: Syirik Besar (Syirik Akbar) 
Syirik jenis ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (murtad) dan kekal di neraka bila pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat darinya. Yaitu mengalihkan sebagian dari jenis-jenis ibadah kepada selain Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah, bertaqarrub dengan sesembelihan dan nadzar kepada selain Allah, seperti kepada kubur, jin dan setan. Juga seperti takut kepada mayat, atau jin, atau setan dengan keyakinan, bahwa mereka akan memberikan bahaya kepadanya atau bisa membuatnya sakit. Juga berharap kepada selain Allah dalam hal yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah, seperti untuk menunaikan keinginannya dan menghilangkan bahaya, penyakit, atau musibah yang menimpanya. Hal ini sekarang sering dilakukan di tempat-tempat keramat yang dibangun di atas kubur para wali dan orang-orang shalih.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): 

"Mereka beribadah kepada selain Allah yang tidak bisa memberikan bahaya dan manfaat kepada mereka. Dan mereka berkata: Mereka ini adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah kelak"  (Yunus: 18)

Kedua: Syirik kecil (Syirik Asghar) 
1. Syirik Dzahir (nyata)
Yaitu kesyirikan yang terjadi dalam kata-kata yang terucap dan perbuatan. Contoh kata-kata yang terucap adalah seperti bersumpah kepada selain Allah. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah kufur dan berbuat kesyirikan".
Juga ucapan, "Terserah apa yang dikehendaki oleh Allah dan engkau". Ketika kalimat ini dilontarkan di hadapan Nabi, beliau bersabda kepada orang itu (yang artinya), "Apakah engkau ingin menjadikan aku sebagai sekutu Allah?! Katakanlah hanya apa yang Allah kehendaki" (Hadits Riwayat An-Nasa’i)
Dan juga ucapan, "Kalau bukan karena Allah dan engkau". Yang benar ucapan, "Apa yang Allah kehendaki kemudian engkau" dan "kalau bukan karena Allah kemudian engkau". Karena kata kemudian, menunjukkan ada tenggang waktu dan tidak bersamaan. Yang dengan kata kemudian, berarti kehendak hamba ikut atau tunduk kepada kehendak Allah, sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya):
"Dan tidaklah kalian berkehendak, melainkan bila Allah menghendakinya"  (At-Takwir:29)
Adapun contoh dari perbuatannya: memakai jimat untuk menghilangkan penyakit atau menolaknya, seperti orang yang menggunakan jimat tama’im untuk menolak penyakit ‘ain dan yang lainnya. Jika dia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sebab untuk menolak bala’ atau menghilangkannya, maka itu syirik kecil. Karena Allah tidak ada menjadikannya sebagai sebab. Jika dia meyakini bahwa benda itu sendiri yang bisa menghilangkan bala’ atau menolaknya, maka ini syirik besar, karena ia bergantung kepada selain Allah.

2. Syirik Khafiy (samar) 
Yaitu syirik dalam hal irodah (kehendak) dan niat, seperti riya’ (ingin dilihat amalnya) dan sum’ah (ingin popularitas). Contohnya adalah seseorang yang yang mengamalkan suatu amalan yang bisa digunakan bertaqarrub kepada Allah, tapi dia melakukannya agar dipuji oleh manusia, seperti dia memperbaiki sholatnya atau bersedekah agar dipuji orang atau mengucapkan dzikir dan membaguskan suaranya ketika membaca Al-Qur’an agar orang mendengarnya kemudian mereka memujinya dan menyanjungnya. Riya’ jika mencampuri amal, akan membatalkan amalan itu. Sebagaimana firman Allah (yang artinya): 

"Maka barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengamalkan amal yang shalih dan jangan menyekutukan Rabbnya dengan seseorang dalam beribadah"  (Al-Kahfi:110)

Dan juga Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), "Hal yang paling aku takutkan mengenai kalian adalah syirik Ashghar."  Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu syirik Ashghar?" Beliau menjawab, "Riya’." (Hadits riwayat Ahmad, Thabrani dan Al- Baghawi dalam Syarhus Sunnah).

Juga termasuk dalam hal ini adalah amal yang dilakukan karena ketamakan terhadap dunia seperti seorang yang haji, atau adzan, atau mengimami manusia karena harta. Atau mempelajari agama atau berjihad karena harta. Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya):

"Celakalah para hamba dinar (uang). Celaka hamba Dirham. Celaka hamba pakaian. Celaka hamba khamilah (jenis pakaian). Kalau diberi dia ridho, kalau tidak diberi dia murka."(Hadits riwayat Bukhari).

Imam Ibnul Qayyim berkata, "Adapun syirik yang terjad dalam iradah (kehendak) dan niat, maka ia bak lautan yang tak bertepi. Sedikit sekali orang yang bisa lolos darinya. Maka siapa yang menginginkan dengan amalannya itu selain wajah Allah, dan meniatkan bukan untuk bertaqorrub kepada Allah dan meminta balasan darinya berarti dia telah melakukan kesyirikan dengan dalam niatnya dan iradahnya. Ikhlas itu artinya kamu mengikhlaskan (memurnikan) untuk Allah dalam amal-amal, perbuatan-perbuatan, iradah dan niat. Inilah agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang Allah perintahkan para hambaNya semuanya untuk itu. Dan Allah tidak menerima dari hambaNya selain itu. Inilah Hakikat Islam. Sebagaimana Allah berfirman (yang atinya):
"Dan Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi."(Ali Imran:85)
Inilah agama Ibrahim Alaihis Salam yang siapa membencinya, berarti dia adalah orang yang paling bodoh diantara orang yang dungu." (Al-Jawabul Kahfi halaman 115).
Dari keterangan tadi, kita simpulkan bahwa di sana ada perbedaan antara syirik besar dan syirik kecil:
  1. Syirik akbar (besar) menyebabkan pelakunya keluar dari agama ini. Syirik kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama ini.
  2. Syirik besar membuat pelakunya kekal dalam neraka, pelaku syirik kecil tidak kekal dalam neraka, kalau ia masuk ke dalamnya.
  3. Syirik besar menggugurkan semua amal. Syirik kecil tidak. Tapi yang digugurkan hanya amalan yang tercampur dengan riya’ dan amal karena dunia saja.
  4. Syirik besar menghalalkan darah dan harta pelakunya. Syirik kecil tidak menghalalkan keduanya.  
Diringkas dari Kitabut Tauhid, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Sumber: Buletin Islamy Al Minhaj edisi 3/ tahun 1