Sunday, February 22, 2015

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (bag. 2)

  Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (bag. 2)
 بسم الله الرحمن الرحيم



Setelah Nabi Ibrahim 'alaihis salam selamat dari pembakaran, maka Beliau berdakwah kepada Raja negeri tersebut (Babil), yaitu Namrud.


Debat antara Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dengan Namrud raja yang mengaku tuhan

Dahulu raja dunia bagian timur dan barat ada empat; dua orang mukmin dan dua orang lagi kafir. Dua orang raja yang mukmin adalah raja Dzulqarnain dan Sulaiman, sedangkan dua raja yang kafir adalah Namrud dan Bukhtanashhir.

Di antara dua raja kafir tersebut, yang didebat oleh Ibrahim ‘alaihissalam adalah Namrud seorang raja Babil.

Nabi Ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud karena dia mengaku dirinya sebagai tuhan (ada yang mengatakan bahwa ia berkuasa ketika itu selama 400 tahun).

Berikut ini kisahnya dalam Al Qur’an:

Apakah kamu tidak memperhatikan orang  yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya  karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata,  "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Terj. Al Baqarah : 258)

Pada ayat di atas Namrud meminta Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam menunjukkan bukti keberadaan Allah Ta’ala, maka Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata, “Tuhanku adalah Yang mampu menghidupkan dan mematikan,” yakni bukti keberadaan Allah Ta’ala adalah adanya sesuatu dan hilangnya sesuatu setelah adanya, karena sudah pasti setiap yang ada pasti ada yang mengadakannya, Dialah Allah Ta’ala Tuhan alam semesta.

Namrud pun menjawab, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan”, maksud menghidupkan adalah dengan membiarkan hidup atau tidak jadi dibunuh orang yang harus dibunuh. Sedangkan maksudnya bisa mematikan adalah dengan membunuh seeorang.

Kata-kata ini sebenarnya dia ucapkan hanya untuk membantah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan untuk membenarkan dakwaannya “mengaku tuhan” padahal jawaban ini sangat lemah sekali.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam  kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang menerbitkan matahari dari timur maka terbitkanlah dari barat!” Ketika itu diamlah si thaaghut ini dan tidak bisa menjawab apa-apa.

Hijrahnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam

Untuk selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memutuskan berhijrah dari negeri tersebut, melihat karena tidak ada yang beriman selain istrinya Sarah dan putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihis salam, maka ia pun berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain hingga sampai di Palestina. Di sanalah Beliau tinggal beberapa lama, beribadah kepada Allah dan megajak manusia untuk beribadah kepada Allah.

Setelah berlalu beberapa tahun, maka negeri tersebut ditimpa kemarau panjang, hingga mendesak Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk hijrah ke Mesir. Ketika itu, di Mesir ada seorang raja yang kejam namun suka kepada wanita, ia memiliki beberapa pembantu yang membantunya untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Para pembantunya berdiri di pinggiran negeri untuk memberitahukan kepada raja wanita-wanita cantik yang datang ke Mesir. Saat mereka melihat Sarah, dimana ia adalah wanita yang sangat cantik, maka mereka menyampaikan kepada raja dan memberitahukan kepadanya bahwa bersamanya ada seorang laki-laki, maka raja pun mengeluarkan perintahnya untuk membawa laki-laki itu. Tidak beberapa lama, beberapa tentara datang dan membawa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada raja. Ketika tiba di hadapannya, maka raja bertanya kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tentang wanita yang bersamanya, lalu Nabi Ibrahim menjawab, “Ia adalah saudarinya.” Rajanya berkata, “Bawalah ia ke hadapanku.” Maka Nabi Ibrahim pergi menemui Sarah dan memberitahukan kepadanya apa yang disampaikannya kepada raja dan perkatannya, bahwa sarah adalah saudarinya. Lalu Sarah pun pergi ke istana. Ketika raja melihatnya, maka raja terpesona melihat kecantikannya dan langsung berdiri menghampirinya, tetapi Sarah berkata, “Saya ingin shalat dan berwudhu’ (dahulu).” Maka raja pun mengizinkannya. Lalu Sarah berwudhu’ dan shalat, setelah itu ia berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan aku menjaga kehormatanku selain kepada suamiku, maka janganlah engkau berikan kekuasaan kepada orang kafir ini.” Maka Allah mengabulkan permohonannya, menjaganya dan memeliharanya. Sehingga setiap kali, raja ingin memegangnya, maka tangannya tergenggam[1], hingga raja pun meminta Sarah agar berdoa kepada Allah agar tangannya terbuka dan raja tidak akan menimpakan bahaya apa-apa kepadanya. Kejadian ini berulang sampai tiga kali. Saat raja mengetahui, bahwa ia ternyata tidak berkuasa kepadanya, maka raja memanggil sebagian pembatunya dan berkata kepada mereka, “Kalian tidak membawaku seorang manusia, bahkan membawa kepadaku seorang setan.” Lalu ia memerintahkan para pembantunya untuk memberikan Hajar kepadanya untuk menjadi pelayannya. (hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ahmad dan Bukhari)

Maka Sarah pun kembali kepada suaminya tanpa diganggu sedikit pun oleh raja, lalu Sarah mendapatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam keadaan shalat. Saat Sarah sampai, maka Nabi Ibrahim ‘alaihis salam melihatnya dan bertanya kepadanya tentang hal yang terjadi? Sarah pun menjelaskan, bahwa Allah menolak tipu daya raja itu kepadanya dan memberikan kepadanya seorang budak bernama Hajar untuk melayaninya.

Setelah beberapa lama, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan, putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihis salam meminta izin kepadanya untuk pergi ke negeri Sadum untuk mengajak penduduknya beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan meninggalkan perbuatan keji yang selama ini mereka lakukan, maka Nabi Ibrahim memberinya sebagian binatang ternak dan harta, dan ia melanjutkan perjalanannya bersama keluarganya ke Palestina hingga tiba di sana, dan di sana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tinggal beberapa lama.

Nabi Ibrahim 'alaihis salam meminta kepada Allah agar ditunjukkan bagaimana Dia menghidupkan orang yang mati

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam meminta kepada Allah, agar Dia memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang telah mati. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala di surat Al Baqarah: 260:

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)." Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman), "Lalu letakkan di atas setiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”

Maka Nabi Ibrahim melaksanakan perintah itu, Beliau menyembelih empat ekor burung dan meletakkan bagian-bagian badannya di atas beberapa bukit, lalu Beliau kembali ke tempat semula sambil berdiri menghadap ke arah bukit dan memanggil burung-burung yang telah disembelih dan dipisah-pisah badannya itu, tiba-tiba burung itu hidup kembali dan datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Kelahiran Nabi Isma’il

Sarah adalah istri Nabi Ibrahim yang mandul, ia mengetahui keadaan suaminya yang merindukan keturunan yang baik, maka Sarah memberikan pembantunya Hajar agar dinikahinya dengan harapan Allah mengaruniakan daripadanya keturunan yang saleh. Maka Nabi Ibrahim menikahi Hajar dan lahirlah daripadanya Nabi Isma’il, sehingga Nabi Ibrahim sangat berbahagia sekali karena telah lama menunggu kedatangannya.

Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dan anaknya (Nabi Isma’il) ke Mekah. Setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkannya sambil berdoa, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (Ibrahim: 37)

Kemudian Nabi Ibrahim kembali ke istrinya, yaitu Sarah.

Tamu yang terdiri dari para malaikat

Suatu hari, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kedatangan tamu yang terdiri dari para malaikat dalam bentuk manusia, maka Nabi Ibrahim segera berdiri dan menyembelih untuk mereka seekor anak sapi yang gemuk lalu memanggangnya, kemudian menghidangkannya kepada mereka, tetapi mereka tidak mau makan, karena para malaikat tidak makan dan minum. Ketika itulah, para malaikat memberitahukan bahwa mereka bukan manusia, bahkan sebagai malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Sadum, karena mereka tidak mengikuti ajakan Nabi mereka, yaitu Luth ‘alaihis salam. Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim tentang kelahiran anaknya dari istrinya Sarah, yaitu Ishaq. Padahal Sarah seorang yang mandul dan sudah tua, sedangkan suaminya juga sudah tua, lalu para malaikat memberitahukan bahwa yang demikian adalah ketetapan Allah, para malaikat berkata, “Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (Terj. Hud: 73)

Kisah penyembelihan Nabi Isma’il

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bermimpi menyembelih anaknya, lalu Beliau memberitahukan mimpinya itu kepada anaknya. Hal ini merupakan ujian Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Meskipun ujian ini begitu berat, namun Nabi Isma’il siap memikulnya karena taat kepada Allah, dan saat masing-masingnya bersiap-siap menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam juga sudah membaringkan Nabi Isma’il dan telah mengambil pisau untuk menyembelihnya. Tetapi saat hendak menyembelihnya, angin segar pun datang, malaikat Jibril datang membawa kambing yang besar untuk menebus Nabi Isma’il. Untuk selanjutnya, peristiwa itu dijadikan sandaran dalam pensyariatan kurban pada hari raya Idul Adh-ha.

Kunjungan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ke Mekah

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pergi ke Mekah untuk melihat kondisi Hajar dan anaknya, Ismail. Dalam salah satu kunjungan, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam meminta anaknya membantunya dalam meninggikan pondasi baitullah yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk dibangunkan, lalu Nabi Ismail setuju. Keduanya pun mengangkut batu sehingga selesailah pembangunannya. Setelah selesai, keduanya berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala agar Dia menerima amal mereka berdua. Keduanya berkata, “Ya Tuhan Kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.--Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Terj. Al Baqarah: 127-128)

Maka Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il 'alaihimas salam, Dia memberikan berkah kepada ka’bah dan menjadikannya kiblat bagi kaum muslim di setiap tempat dan setiap waktu.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memiliki ajaran yang lurus dan syariat yang mulia, dimana kita diperintahkan Allah Subhaanahu wa Ta’ala untuk mengikutinya, Dia berfirman, "Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (Terj. Ali Imran: 95)

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan isra’-mi’raj, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpai Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di langit ketujuh dengan menyandarkan punggungnya ke Baitul ma’mur yang seharinya dimasuki oleh 70.000 malaikat untuk beribadah dan berthawaf di situ. Setelah itu mereka keluar dan tidak kembali lagi.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala mencintai Nabi Ibrahim dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya (lihat An Nisaa’: 125).

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah manusia yang pertama kali diberi pakaian pada hari Kiamat (Muttafaq ‘alaih). Saat itu, manusia dalam keadaan telanjang, lalu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diberi pakaian sebagai penghormatan kepadanya. Setelah itu para nabi setelahnya dan manusia setelahnya.

Dalam Al Qur’an Allah Subhaanahu wa Ta’ala memuji Nabi Ibrahim 'alaihis salam, Dia berfirman,

"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),-- (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.--Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.--Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif," dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. (Terj. An Nahl: 120-123)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga melebihkan Beliau di dunia dan di akhirat, Dia menjadikan para nabi dari keturunannya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh." (Terj. Al 'Ankabut: 27)

Beliau termasuk para rasul ulul ‘azmi, bahkan Beliau adalah rasul yang paling utama setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kita diperintahkan bershalawat kepadanya dalam tasyhhud.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraaji’: Al Qur’anul Karim, Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net), Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy), dll.


[1] Dalam riwayat lain, dirinya tercekik. Mungkin saja ia dihukum sesekali dengan dijadikan tangannya tergenggam dan sesekali dengan dijadikan lehernya tercekik, wallahu a'lam.