Friday, February 13, 2015

Berlomba Menuntut Ilmu Agama

 Berlomba Menuntut Ilmu Agama



Dr. Anas Karzun
Ketika seorang penuntut ilmu telah mendalam dalam mencari ilmu dan telah terbuka baginya pintu-pintu ilmu, maka dia (tetap) butuh akan tambahan ilmu, berlomba-lomba mencarinya, dan bersemangat dalam memperbanyak ilmu. 

Sungguh Allah telah memerintahkan Rasul-Nya yang mulia Sholallahu ‘Alaihi Wasallam agar berdoa meminta tambahan ilmu. Allah berfirman (yang artinya), "Dan katakanlah, "Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu (yaitu ilmu syar’i)"."(Thaha:114)

Dan Rasul Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan umatnya agar memperbanyak ilmu dan bersemangat mencari tambahan ilmu walaupun umurnya telah tua sampai pemiliknya masuk ke jannah (maksudnya: mencari ilmu itu sampai meninggal dunia dan tempatnya seorang mu’min di akhirat adalah surga).

Al Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda (yang artinya), "Seorang mu’min tidak akan kenyang dari kebaikan yang dia dengar sampai tempat berakhirnya adalah jannah."(Hadits Riwayat Tirmidzi no 2686, dan beliau berkata: hadits hasan gharib)

Maka Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan kegairahan/keinginan dalam ilmudan cinta padanya termasuk konsekuensi-konsekuensi iman dan termasik di antara sifat-sifat orang beriman. Dan beliau mengabarkan bahwa hal ini (gairah terhadap ilmu dan cinta padanya) akan ada pada seorang mu’min sampai dia masuk jannah.(Miftaahu Daaris Sa’aadah karya Ibnul Qayyim 1/74)  
Al Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah (dalam Miftaahu Daaris Sa’aadah 1/74) meriwayatkan beberapa atsar yang menerangkan semangat Salafush Shalih dalam mencari ilmu, diantaranya:
Dari Al Imam Ahmad Bin Hanbal Rahimahullah, beliau berkata, "Sesungguhnya aku mencari ilmu sampai aku dimasukkan ke dalam kubur"
Al Hasan ditanya tentang seorang yang berumur 80 tahun, "Apakah dia masih layak mencari ilmu?" Beliau menjawab, "Jika ia masih layak hidup (maka dia layak mencari ilmu)."
Dikatakan kepada Ibnu Bustham, "Betapa semangatnya engkau dalam mencari hadits." Maka beliau berkata, "Tidakkah engkau suka kalau aku termasuk ke dalam deretan keluarga Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam?"
Apabila keadaan hikmah itu seperti barang yang hilang dari seorang mu’min. Maka wajib baginya untuk mencarinya. Dan hikmah adalah ilmu, maka jika seorang mu’min kehilangan ilmu, dia seperti keadaan orang yang kehilangan harta yang berharga. Maka jika ia menemukannya, hatinya akan mantap dan jiwanya akan bergembira.(Miftaahu Daaris Sa’aadah).
Di antara wasiat Luqman Al Hakim kepada anaknya, "Wahai anakku, duduklah bersama ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati-hati (manusia) dengan cahaya hikmah sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati (kering) dengan hujan yang deras." (Diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam Al Muwatha’, Bab Maa Jaa’a fii Thalabil ‘Ilmi. Lihat Tanwiirul Hawaalik Syarh Muwatha’ Al Imam Malik 3/161)

Ketika Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu didatangi kematian, beliau berkata, "Selamat datang kematian, selamat datang tamu yang datang dengan suatu hajat. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak suka untuk tetap berada di dunia dalam rangka melintasi sungai-sungai dan menanam pepohonan. Akan tetapi aku suka tinggal di dunia untuk merasakan kepayahan di malam yang panjang, merasakan haus di bawah terik matahari pada hari yang sangat panas, dan mendekati ulama dengan kendaraan-kendaraan di dalam majelis dzikir (majelis ilmu -Red)" (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi karya Ibnu Abdil Barr 1/51). Yakni majelis ilmu.

Berkata Sa’id bin Jubair Rahimahullah, "Seseorang tetap dikatakan ‘alim selama dia tetap belajar. Maka apabila dia meninggalkan belajar dan merasa cukup dengan ilmu yang ada padanya, maka dia adalah orang yang paling bodoh." (Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim karya Ibnu Jamaa’ah hal. 183).

Dan demikianlah, yang akan menguatkan seorang penuntut ilmu yaitu dengan menjadikan semangat yang pertama kali adalah mencari ilmu, meminta tambahan ilmu, selalu bersungguh-sungguh dan rajin mencarinya, bersemangat untuk menghadiri majelis-majelis para ulama’ dan mentelaah kitab-kitab ilmu serta menguasainya.
Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata, "Selayaknya seseorang untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam menyibukkan diri dengan ilmu baik dengan cara membaca, dibacakan, ataupun membacakan kepada orang lain, menelaah, memberikan catatan-catatan, membahas, mudzakarah (mempelajari dan Muroja’ah/mengulang pelajaran), dan menulisnya. Dan janganlah dia merasa sombong sehingga tdak mau belajar kepada orang yang di bawahnya dari sisi umur, nasab, atau kemahsyuran. Bahkan hendaknya ia bersemangat untuk mendapatkan faidah dari orang yang memilikinya."(Al Majmuu’ 1/29)

Beliau juga berkata, "Dan termasuk diantara adab-adab seorang penuntut ilmu yang ditekankan adalah hendaklah dia bersemangat dalam belajar, menekuninya di seluruh waktu-waktu yang memungkinkan baginya, dan janganlah merasa cukup dengan ilmu yang sedikit dalam keadaan dia mampu untuk mencari yang banyak, namun jangan memaksakan diri mencari apa-apa yang dia tidak tidak mampu agar tidak menjadikannya di bosan dan menghilangkan ilmu yang telah dia dapatkan. Dan hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan manusia dan keadaannya." (At Tibyaan fii Aadaabi Hamalatl Qur’aan hal. 41)

Demikianlah yang selayaknya dimiliki oelh seorang penuntut ilmu yaitu senantiasa bersemangat dan rajin. Karena dikatakan (dalam sebuah syair): Sesuai dengan usaha yang engkau berikan, maka engkau akan mendapatkan apa yang engkau angan-angankan (Ta’liimul Muta’allim Thariiq At Ta’allum karya Az Zarnuji hal 88)
Dan hendaklah dia mempunyai semangat dalam mencari ilmu, memperbanyak menelaah ilmu yang bermacam-macam, dan janganlah mencukupkan dengan sebagiannya saja. Terlebih khusus jika ilmu tersebut mempunyai hubungan dengan ilmu syar’i, seperti ilmu bahasa Arab.
Dinukil dari kitab Aadaabu Thaalibil ‘ilmi halaman 73-76
Sumber: Bulletin Dakwah Islam Al Wala’ Wal Bara’ edisi 11 Maret 2005