Wednesday, December 31, 2014

Fatwa Demonstrasi

Soal:
Kami telah mendengar sebagian orang telah membolehkan demonstrasi dan keluar berbondong-bondong ke jalan-jalan sambil berteriak-teriak.  Mereka berdalil dengan kisah Umar Radhiyallahu 'anhu ketika masuk Islam, beliau keluar dalam satu barisan dan Hamzah Radhiyallahu 'anhu pada barisan yang lain, dan kaum muslimin pun turut keluar ke jalan-jalan di Kota Mekkah mengikuti mereka berdua.  Apakah kisah ini shahih?
Jawab:
Kisah tersebut tidak shahih.  Abu Nu'aim telah meriwayatkan kisah itu dalam kitabnya "Dalail" dan "Al-Hilyah".  Di dalam sanadnya ada Ishaq bin Abdillah bin Abi Farwah.  Menurut ulama hadits ia adalah seorang perawi yang matruk (1).  Kami telah memeriksa sanad-sanad kisah Umar masuk Islam tersebut di buku lain, karena tidak mungkin untuk dicantumkan secara lengkap.

Menurut hemat kami, perlu ditinjau kembali keabsahan sanad kisah Umar masuk Islam tersebut, dan kisah pemukulan terhadap saudara wanitanya hingga berdarah, lalu kisah beliau mendatangi rumah Arqam dan seterusnya, sebagaimana disebutkan dalam sejarah.  Al-Hafizh Ibnul Abdil Barr dalam kitabnya "Al-Isti'ab" menganggap kisah tersebut adalah kisah yang aneh.  (Lihat dalam kitab beliau  pada bagian biografi Fathimah binti Khaththab).  Adapun tambahan dalam kisah tersebut, yaitu tentang keluarnya Umar, Hamzah, dan kaum muslimin ke jalan-jalan, yang dijadikan dalil berdemonstrasi ala Barat yang sama sekali bukan merupakan ajaran Islam, telah diriwayatkan dalam hadits Ibnu Abbas dengan sanad yang talif (rusak).  Seharusnya kita tidak seperti kata pepatah: "dirikanlah bangunan kemudian runtuhkan".  Hendaknya mengetahui dahulu shahih tidaknya suatu dalil sebelum mempergunakannya.  Jangan sebaliknya, berpendapat dahulu, baru kemudian berdalil.

Tidak diragukan lagi bahwa demonstrasi merupakan bentuk penentangan terhadap pemerintah.  Dalam timbangan syariat Islam, demonstrasi dianggap sebagai pembelotan yang dapat menimbulkan kerusakan.  Demikian pula provokasi serta pengerahan masa yang dapat menyeret kaum muslimin ke dalam fitnah (malapetaka) yang berakibat buruk.  Allah telah menuntunkan kepada kita suatu metoda yang lebih baik, yaitu nasehat, sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dari:

"Agama itu adalah nasehat."  Kami bertanya, "Untuk siapa, ya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ? Beliau bersabda, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, imam-imam kaum muslimin dan bagi kaum muslimin seluruhnya."
Bagi yang mampu menemui penguasa secara langsung atau melalui surat, hendaklah dia melakukannya.  Dan hendaklah dia bersungguh-sungguh menasehati mereka karena demikianlah metoda yang Allah wajibkan kepada alim ulama, yaitu memberikan nasehat yang bisa mengantarkan kepada kebenaran, kebajikan, dan kebijaksanaan yang penuh hikmah serta pemberantasan bentuk-bentuk kemungkaran atau menekannya sekecil mungkin.  namun apabila mendatangkan kemungkaran yang lebih besar, hendaklah metoda ini ditinggalkan.  Hendaklah kita bersabar dan berdoa kepada Allah agar senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita.  Inilah manhaj (metoda)  Ahlus Sunnah wal Jama'ah.   

Kitab-kitab sirah dan aqidah para salaf banyak memuat penjelasan gamblang tentang manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini, juga penjelasan tentang bantahan kaum salaf terhadap orang-orang yang melanggar pedoman manhaj ini.  Wajib bagi kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan agama mereka.  Hendaknya mereka menjauhi cara-cara Yahudi dan Nasrani karena tidak ada kebaikan sedikitpun pada mereka.  Kami meohon kepada Allah Azza wa Jalla, agar meluruskan para pemimpin kaum muslimin dan menganugerahkan hati yang bersih kepada mereka dan memberikan kemampuan kepada kita untuk menasehati mereka dan bersabar atas kejelekan mereka, serta memberikan petunjuk yang lurus bagi segala urusan kita dan menganugerahkan kepada kita kunci-kunci pembuka pintu kebaikan dan penutup segala kejelekan.  Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu.  Shalawat dan salam semoga tercurah bagi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya.

Catatan kaki:
(1) Matruk adalah deretan kelima dalam tingkatan jarh (hal cacat pada perawi).  Seorang perawi dikataka matruk apabila: 1) kedapatan berbohong dalam pembicaraannya sehari-hari, 2) kedapatan meriwayatkan hadits yang menyelisihi kaidah-kaidah umum agama Islam.  Tidak ada yang meriwayatkan hadits itu melainkan dari jalurnya. (Lihat "At-Taqrirat As Saniyah Syarh Al Baiquniyah", karangan Hasan Muhammad Al-Masyath, hal.115)
Diketik ulang dari "Bunga Rampai Fatwa-Fatwa Syar'iyah Jilid I, Abul Hasan Musthafa bin Ismail As Sulaimani Al Mishri.  Penerjemah:Abu Ihsan. Penerbit: Pustaka At-Tibyan, cet. I, Agustus 2000. Hal.33-35